pangan alternatif yang potensial untuk dikembangkan
Beberapa pangan di bawah ini adalah sebagian dari spesies tumbuhan umbi-umbi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan alternatif. Salah satu sumber daya hayati pangan lokal yang melimpah di tanah air adalah umbi-umbian. Indonesia memiliki banyak jenis dan ragam umbi-umbian yang potensial sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Sayangnya potensi umbi-umbian tersebut belum dikembangkan secara serius. Hanya singkong, ubi jalar, garut, ganyong, talas dan kentang yang saat ini sudah banyak dikembangkan.
Indonesia memiliki banyak jenis tumbuhan penghasil umbi-umbian yang dulu banyak dikonsumsi oleh kakek dan nenek kita. Jenis umbi-umbian itu diantaranya Uwi, Gembili, Gembolo dan Tomboreso. Umbi-umbian tersebut dihasilkan oleh empat jenis tumbuhan yang berbeda namun digolongkan dalam genus yang sama yaitu Dioscorea.
Uwi adalah pangan yang paling banyak dijumpai di Indonesia. Jenis ini juga telah lama dikenal oleh masyarakat pedesaan. Uwi memiliki banyak varietas lokal dan rasa umbinya beragam mulai dari yang tawar hingga manis. Uwi memiliki bentuk sangat beragam dari bulat, panjang hingga bergerombol. Uwi mempunyai daging umbi berwarna putih, ungu dan kuning muda. Uwi dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 800 m. dpl, tetapi kadang-kadang dijumpai tumbuh di ketinggian 2700 m. dpl. Beberapa varietas lokal Uwi antara lain:
1. Uwi Beras mempunyai daging umbi berwarna putih kekuningan, pada penampang daging umbi terlihat struktur berbentuk lonjong yang lebih pekat dan tersebar di tengah daging umbi. Daging umbi keras, bergetah sedang, jika diremas daging pecah seperti pasir. Jika direbus umbi ini akan enak dimakan dengan taburan garam.
2. Uwi Ungu mempunyai daging umbi berwarna ungu seperti ubi jalar tapi teksturnya lebih keras,irisan segar daging umbinya menunjukkan struktur bulat-lonjong berwarna lebih putih yang tersebar di tengah daging umbi. Daging umbi bergetah sedang, jika diremas daging pecah seperti pasir.
3. Uwi Ulo mempunyai daging berwarna putih, irisan segar umbinya memperlihatkan struktur bulat berwarna lebih putih yang tersebar di tengah daging umbi. Daging umbi keras, bergetah sedang, jika diremas daging pecah seperti pasir. Berbentuk bulat telur terbalik, tunggal.
Gembili atau mempunyai nama daerah uwi butul atau ubi jae. Umbi bentuk bulat panjang, daging berwarna putih sampai putih kekuningan. Bunga tersusun dalam bulir berwarna hijau. Gembili dapat tumbuh di tanah datar sampai ketinggian 700 m. dpl. Gembili adalah jenis Dioscorea yang telah lama dibudidayakan oleh masyarakat desa meski tidak secara massal. Umbi yang masih mentah jika dimakan rasanya gatal, tetapi jika direbus enak dan agak lekat seperti ketan. Daging umbi lunak namun jika diremas hancur seperti pasir. Ukuran rata-rata 6,18 ± 0,933 µm, di dalam sel parenkim amilum sebagian besar berada dalam struktur agregat
Gembolo atau mempunyai nama daerah uwi buah, uwi blicik atau jebubug. Secara morfologi Gembolo sangat mirip dengan Gembili. Hal ini membuat kebanyakan masyarakat yang menanamnya menganggap keduanya sebagai tumbuhan yang sama meski secara jenis keduanya berbeda. Perbedaan Gembili dan Gembolo yang paling nyata adalah dalam hal ukuran umbinya. Umbi Gembolo bisa berkembang sangat besar. Daging umbi gembolo sangat bergetah namun lunak, berwarna kekuningan dan keras, tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1800 m. dpl. Selain ditanam, Gembolo juga masih dapat ditemukan sebagai tumbuhan liar.
Tomboreso mempunyai nama daerah uwi sawut, uwi mantri atau uwi dewata. Habitus berupa perdu memanjat yang dapat mencapai ketinggian 5-10 m. Umbi berbentuk bulat panjang dengan serabut akar yang halus.Daging umbi berwarna putih, kuning dan kadang-kadang terlihat bercak ungu, tidak bergetah, keras tapi jika diremas hancur seperti pasir. Warna daging umbi sangat cepat berubah menjadi coklat lalu hitam setelah terkena udara dan alkohol 70%. Daging umbi keras, jika diremas hancur seperti pasir. Amilum berbentuk bulat telur terbalik memanjang, tunggal.
Beberapa anggota Dioscorea tersebut adalah bagian dari sumber daya pangan lokal yang sebenarnya berpotensi dikembangkan sebagai pangan alternatif di Indonesia. Indonesia juga sudah lama memiliki badan penelitian khusus umbi-umbian dan kacang-kacangan.
Sudah semestinya umbi-umbian lokal Indonesia dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif. Ketergantungan pada satu atau sejumlah kecil bahan pangan tak akan hanya mengancam kelestarian sumber daya genetis tumbuhan lokal tapi juga mengancamketahanan pangan Indonesia. Merawat dan memanfaatkan umbi-umbian lokal juga sebagai bagian upaya menjaga kearifan lokal masyarakat Indonesia.
Indonesia memiliki banyak jenis tumbuhan penghasil umbi-umbian yang dulu banyak dikonsumsi oleh kakek dan nenek kita. Jenis umbi-umbian itu diantaranya Uwi, Gembili, Gembolo dan Tomboreso. Umbi-umbian tersebut dihasilkan oleh empat jenis tumbuhan yang berbeda namun digolongkan dalam genus yang sama yaitu Dioscorea.
Uwi adalah pangan yang paling banyak dijumpai di Indonesia. Jenis ini juga telah lama dikenal oleh masyarakat pedesaan. Uwi memiliki banyak varietas lokal dan rasa umbinya beragam mulai dari yang tawar hingga manis. Uwi memiliki bentuk sangat beragam dari bulat, panjang hingga bergerombol. Uwi mempunyai daging umbi berwarna putih, ungu dan kuning muda. Uwi dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 800 m. dpl, tetapi kadang-kadang dijumpai tumbuh di ketinggian 2700 m. dpl. Beberapa varietas lokal Uwi antara lain:
1. Uwi Beras mempunyai daging umbi berwarna putih kekuningan, pada penampang daging umbi terlihat struktur berbentuk lonjong yang lebih pekat dan tersebar di tengah daging umbi. Daging umbi keras, bergetah sedang, jika diremas daging pecah seperti pasir. Jika direbus umbi ini akan enak dimakan dengan taburan garam.
2. Uwi Ungu mempunyai daging umbi berwarna ungu seperti ubi jalar tapi teksturnya lebih keras,irisan segar daging umbinya menunjukkan struktur bulat-lonjong berwarna lebih putih yang tersebar di tengah daging umbi. Daging umbi bergetah sedang, jika diremas daging pecah seperti pasir.
3. Uwi Ulo mempunyai daging berwarna putih, irisan segar umbinya memperlihatkan struktur bulat berwarna lebih putih yang tersebar di tengah daging umbi. Daging umbi keras, bergetah sedang, jika diremas daging pecah seperti pasir. Berbentuk bulat telur terbalik, tunggal.
Gembili atau mempunyai nama daerah uwi butul atau ubi jae. Umbi bentuk bulat panjang, daging berwarna putih sampai putih kekuningan. Bunga tersusun dalam bulir berwarna hijau. Gembili dapat tumbuh di tanah datar sampai ketinggian 700 m. dpl. Gembili adalah jenis Dioscorea yang telah lama dibudidayakan oleh masyarakat desa meski tidak secara massal. Umbi yang masih mentah jika dimakan rasanya gatal, tetapi jika direbus enak dan agak lekat seperti ketan. Daging umbi lunak namun jika diremas hancur seperti pasir. Ukuran rata-rata 6,18 ± 0,933 µm, di dalam sel parenkim amilum sebagian besar berada dalam struktur agregat
Gembolo atau mempunyai nama daerah uwi buah, uwi blicik atau jebubug. Secara morfologi Gembolo sangat mirip dengan Gembili. Hal ini membuat kebanyakan masyarakat yang menanamnya menganggap keduanya sebagai tumbuhan yang sama meski secara jenis keduanya berbeda. Perbedaan Gembili dan Gembolo yang paling nyata adalah dalam hal ukuran umbinya. Umbi Gembolo bisa berkembang sangat besar. Daging umbi gembolo sangat bergetah namun lunak, berwarna kekuningan dan keras, tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1800 m. dpl. Selain ditanam, Gembolo juga masih dapat ditemukan sebagai tumbuhan liar.
Tomboreso mempunyai nama daerah uwi sawut, uwi mantri atau uwi dewata. Habitus berupa perdu memanjat yang dapat mencapai ketinggian 5-10 m. Umbi berbentuk bulat panjang dengan serabut akar yang halus.Daging umbi berwarna putih, kuning dan kadang-kadang terlihat bercak ungu, tidak bergetah, keras tapi jika diremas hancur seperti pasir. Warna daging umbi sangat cepat berubah menjadi coklat lalu hitam setelah terkena udara dan alkohol 70%. Daging umbi keras, jika diremas hancur seperti pasir. Amilum berbentuk bulat telur terbalik memanjang, tunggal.
Beberapa anggota Dioscorea tersebut adalah bagian dari sumber daya pangan lokal yang sebenarnya berpotensi dikembangkan sebagai pangan alternatif di Indonesia. Indonesia juga sudah lama memiliki badan penelitian khusus umbi-umbian dan kacang-kacangan.
Sudah semestinya umbi-umbian lokal Indonesia dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif. Ketergantungan pada satu atau sejumlah kecil bahan pangan tak akan hanya mengancam kelestarian sumber daya genetis tumbuhan lokal tapi juga mengancamketahanan pangan Indonesia. Merawat dan memanfaatkan umbi-umbian lokal juga sebagai bagian upaya menjaga kearifan lokal masyarakat Indonesia.