Hukum Asuransi

Pengaplikasian asuransi tentu telah tak asing lagi bagi kebanyakan orang, mengingat jumlah pengguna asuransi kian hari kian tinggi di Indonesia. Tingginya pengguna asuransi ini didominasi oleh berbagi ragam produk asuransi seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan, serta asuransi perlindungan harta (kendaraan beroda empat, rumah, dll).

Kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi telah kian tinggi. Melainkan hal hal yang demikian tak serta merta membikin semua pengguna asuransi mengerti mengenai apa sesungguhnya manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam asuransi yang digunakan oleh mereka, hal ini dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman mengenai ketetapan serta kebijakan yang ditetapkan di dalam asuransi itu sendiri.

Dalam sebagian kasus, kita seringkali menemukan nasabah yang kecewa dan merasa dirugikan akibat penggunaan asuransi yang dirasa tak optimal dan tak sesuai dengan keinginan mereka, di mana pada dasarnya hal seperti ini dapat saja terjadi akibat kurangnya pemahaman kita pada semua pasal serta aturan yang sesungguhnya “semestinya” kita pahami sebelum menentukan untuk mengaplikasikan asuransi.

Regulasi asuransi yaitu kumpulan aturan yang tertulis maupun tak tertulis, yang dialamatkan untuk mengikat kedua belah pihak yang mengerjakan perjanjian asuransi (penanggung dan tertanggung).

Berdasarkan ketetapan yang tertulis dalam Pasal 246 KUHD, dengan terang dikatakan bahwa asuransi atau pertanggungan yaitu sebuah perjanjian yang mengikat penanggung kepada tertanggung dengan sistem menerima sejumlah premi yang dialamatkan untuk menjamin penggantian kepada tertanggung akibat adanya kerugian yang timbul, terjadinya kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, hal hal yang demikian mungkin akan terjadi akibat terjadinya suatu evenemen (momen yang tak pasti).

Walaupun di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tertanggal 11 Februari 1992 Seputar Usaha Perasuransian (UU asuransi) dikatakan bahwa: Asuransi atau pertanggungan yaitu perjanjian yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan sistem menerima sejumlah premi asuransi untuk memberikan layanan penggantian kepada tertanggung akibat adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab aturan kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung akibat terjadinya suatu momen yang tak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang dikerjakan karena meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Kalau merunut pada defenisi di atas, karenanya dapat dikatakan bahwa asuransi yaitu sebuah bentuk perjanjian di mana semestinya memenuhi persyaratan sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik “khusus” sebagai mana dijelaskan dalam Pasal 1774 KUH Perdata yang menyuarakan bahwa: Suatu persetujuan untung-untungan (kesempatan overeenkomst) yaitu suatu tindakan yang alhasil, mengenai untung ruginya, bagus bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada kejadian yang belum tentu.             

Dengan memandang ketetapan aturan di atas, karenanya terdapat sebagian hal penting mengenai asuransi yang semestinya dicermati, di antaranya:

Perjanjian asuransi semestinya memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, di mana perjanjian hal yang demikian bersifat adhesif, yang artinya isi perjanjian hal yang demikian telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi lewat kontrak standard.
Di dalam asuransi terdapat dua pihak yang terlibat pada perjanjian hal yang demikian, yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung, yang mana kedua pihak ini berbeda.
Asuransi mempunyai sejumlah premi yang yaitu bukti bahwa tertanggung sepakat untuk mengerjakan perjanjian asuransi.
Perjanjian asuransi membikin pihak tertanggung dan pihak penanggung terikat untuk mengerjakan keharusannya masing-masing.
Berdasarkan nilai-nilai di atas, karenanya sebuah asuransi “semestinya” mempunyai faktor-faktor sebagai berikut:

Subyek aturan, dalam hal ini yaitu penanggung dan tertanggung.
Persetujuan bebas yang terjadi di antara penanggung dan tertanggung.
Benda asuransi dan kepentingan lainnya yang berhubungan dengan tertanggung.
Tujuan perjanjian yang berkeinginan ditempuh oleh penangung dan tertanggung.
Risiko dan premi.
Evenemen (momen yang tak pasti) serta ganti rugi yang akan dikasih oleh pihak penanggung.
Persyaratan-persyaratan dan kebijakan yang berlaku.
Polis asuransi sebagai bukti perjanjian.

Next Post Previous Post